Ticker

6/recent/ticker-posts

Situs Kutamaya dan Batu Tajug Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara

Situs Kutamaya adalah jejak bekas kerajaan Sumedanglarang yang berdiri dimasa Ratu Inten Dewata (Ratu Setyasih / Ratu Pucuk Umun Sumedang) dan Pangeran Santri. 

Karaton Sumedanglarang di Kutamaya dari masa Ratu Nyi Mas Patuakan (1462 – 1530 M) hingga dan penobatan Prabu Geusan Ulun sebelum dipindahkan ke Keraton Dayeuhluhur di Gunung Rengganis Kecamatan Ganeas, karena peristiwa Ratu Harisbaya

Sunan Guling merupakan raja Sumedanglarang terlama memerintah + 123 tahun  dalam masa pemerintahannya banyak peristiwa terjadi salah satunya perebutan kekuasaan di Sunda Pakuan. Sunan Guling dimakamkan di Geger Hanjuang. Sunan Guling mempunyai tiga putra : 
1. Tirta Kusuma (Sunan Tuakan) 
2. Jayadinata / Tanding Kusuma 
3. Jayadiningrat Kusuma

Setelah Sunan Guling wafat digantikan oleh puteranya bernama Tirtakusuma atau Sunan Tuakan (1237 – 1462) sebagai raja Sumedanglarang ke enam.
 
Prabu Tirtakusumah (Sunan Tuakan / Sunan Suaka) memerintah paling lama antara raja-raja Sumedanglarang kurang lebih 155 tahun, dalam pemerintahannya lebih mengutamakan kepada kepentingan ke dalam (Sumedanglarang) sehingga tidak tampak peran politiknya. 

Pada masa pemerintahan Sunan Tuakan terjadi peristiwa Perang Bubat antara Pajajaran dan Majapahit. Setelah wafat Sunan Tuakan dimakamkan di makam Kampung Heubeul Isuk Desa Cimarias Kecamatan Pamulihan Sumedang, pada kompleks makam Heubeul Isuk terdapat pula makam Prabu Mundingwangi, makam istri Sunan Tuakan dan makam puterinya Ratu Nyi Mas Patuakan ratu Sumedanglarang ketujuh.

Sunan Tuakan memiliki tiga putri, yang sulung Ratu Ratnasih alias Nyi Rajamatri diperistri oleh Sri Baduga Maharaja Jaya Dewata Mp. 1482 – 1521 Raja Pajajaran yang kelak menurunkan Nyi Mas Cukang Gedeng Waru istri pertama Prabu Geusan Ulun, putri kedua Sunan Tuakan yaitu Ratu Sintawati alias Ratu Nyi Mas Patuakan dan putri ketiga Sari Kencana diperistri oleh Prabu Liman Sanjaya. 

Kemudian Sunan Tuakan digantikan oleh putrinya yang bernama Ratu Sintawati alias Ratu Rendra Kasih (Sunan Patuakan) mp. 1462 – 1530 M sebagai raja Sumedanglarang ketujuh,  menikah dengan Sonda Sonjaya / Rd. Santajaya (Sunan Corendra) putera pertama Prabu Munding Sari Ageung (Jaka Puspa dari Mayang Karuna, atau Rd. Santajaya kakak dari Rd. Rangga Mantri (Prabu Pucuk Umum Talaga) yang menikahi Ratu Parung (Ratu Sunia Larang).

Dari pernikahannya dengan Ratu Sintawati / Ratu Redra Kasih, Sunan Corendra berputra : 
1. Ratu Satyasih atau dikenal sebagai Ratu Inten Dewata setelah menjadi penguasa Sumedang yang bergelar Ratu Pucuk Umun Sumedang.
2. Nyimas Si Madu (Uyud Sepuh)
3. Nyimas Panelem
4. Rd. Tanurja.

Masa pemerintah Ratu Nyi Mas Patuakan atau Ratu Sintawati Sumedanglarang menjadi bawahan kerajaan Pajajaran dan menjadi benteng pertahanan Sunda Pakuan. Pada masa ini kerajaan Galuh dibagi menjadi dua, Galuh Kawali dikuasai oleh Dewa Niskala sedangkan Sunda Pakuan dikuasai oleh Prabu Susuk Tunggal dan pada tahun 1539 agama Islam mulai menyebar di Sumedang. Agama Islam disebarkan oleh Maulana Muhammad alias Pangeran Palakaran / Muhammad, putra dari Syekh Maulana Abdurahman (Sunan Panjunan) keturunan dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab Hadramaut yang berasal dari Mekkah.

Pangeran Palakaran menikah dengan Nyi Armilah seorang puteri Sindangkasih Majalengka dan hasil pernikahan tersebut pada tanggal 6 bagian gelap bulan jesta tahun 1427 saka (+ 29 Mei 1505) lahirlah seorang putra bernama Rd. Solih atau Ki Gedeng Sumedang alias Pangeran Santri. Kelak Pangeran Santri menikah dengan Ratu Inten Dewata puteri dari Nyi Mas Patuakan. Setelah Nyi Mas Patuakan wafat digantikan oleh puterinya Satyasih atau dikenal sebagai Ratu Inten Dewata (1530 – 1578). Pada masa ini pengaruh Islam bergitu kuat menyebar di Sumedang. Putra Pangeran Palakaran yaitu Pangeran Santri datang ke Sumedanglarang untuk menyebarkan agama Islam melanjutkan tugas ayahnya. Pangeran Santri dalam penyebaran Agama Islam mengenalkan Seni Gembyung sebagai media dalam mensyiarkan agama Islam. Pangeran Santri mengembangkan agama Islam dengan menggunakan pendekatan sosial dan budaya sehingga tradisi adat istiadat masyarakat tetap berjalan tanpa menghancurkan nilai-nilai budaya aslinya.

Pangeran Santri menikah dengan Ratu Inten Dewata setelah menikah bergelar Ratu Pucuk Umun (1530 – 1578), yang akhirnya Pangeran Santri menggantikan Ratu Pucuk Umun sebagai penguasa Sumedang, pada tanggal 13 bagian gelap bulan Asuji tahun 1452 saka (+ 21 Oktober 1530) Pangeran Santri dinobatkan sebagai raja Sumedanglarang dengan gelar Pangeran Kusumadinata. Pangeran Santri merupakan murid Sunan Gunung Jati dan Pangeran Santri merupakan penguasa Sumedang pertama yang menganut agama Islam dan berkedudukan di Kutamaya Padasuka sebagai Ibukota Sumedanglarang yang baru, sampai sekarang di sekitar situs Kutamaya dapat dilihat batu bekas fondasi tajug keraton Kutamaya. Lokasi Situs Kutamaya diapit oleh dua buah anak sungai yaitu Sungai Cibitung dan Sungai Susugan. 


Situs Kutamaya sekarang sudah tak tampak lagi telah berubah menjadi lahan pesawahan milik Yayasan Pangeran Sumedang, yang diwakapkan. 

Batu Tajug Kutamaya selain berfungsi sebagai Batu Pangsujudan mesjid ketika itu dipergunakan juga sebagai Batu Penobatan Pangeran Angka Wijaya ketika dinobatkan menjadi Raja.

Floklore : Ceuk ujaring carita kolot, ieu Batu Pangsujudan paragi shalat sabab harita ajaran syaré'at agama Lahir geus mimiti dianut ku Luluhur Sumedang kitu deui jaman Ratu Pucuk Umun ngajodo ka Pangéran Santri, matak di wewengan Karaton Kuta Maya harita ngadeg Tajug disebut Tajug Kuta Maya anu dijerona aya batu pangsujudan paragi salat, malah riwayatna éta batu téh kungsi dijadikeun Batu Palangka / batu panobatan Pangéran Angkawijaya nalika dibenum jadi Naléndra Sumedang kalayan gelar Prabu Geusan Ulun sakumaha kailaharan Raja-raja Pajajaran nalika dibenum kudu diuk dina Batu Palangka ku sabab Batu Palangka Raja Pajajaran diboyong ka Banten samentara Makuta dipasrahkeun ka Sumedang tur sumedang didaulat jadi panerus Pajajaran, antukna Batu Pangsujudan ieu nu dipaké Batu Palangka pangberkatanana.

Demikian juga ada beberapa peninggalan benteng keraton yang terbuat dari susunan bata merah yang berfungsi sebagai penahan erosi dan benteng keraton ketika kerajaaan Sumedanglarang berlokasi di Kutamaya desa Padasuka : 

Posting Komentar

0 Komentar